Surabaya, ( bisnissurabaya.com ) – Mengacu Peraturan Menteri Tenaga Kerja M Hanif Dhakiri yang pada 14 Mei 2019 lalu menandatangani Surat Edaran untuk para Gubernur di SELURUH Indonesia yakni (SE) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan Tahun 2019, Maka, aturan peraturan terkait pembayaran THR Hari Raya(Kegamaan) sudah jelas dan mengikat.
Pada intinya pemberian Tunjanga Hari Raya adalah kewajiban yang harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh para pengusaha kepada para karyawan/pekerjanya dengan harapan, mereka akan mampu memenuhi kebutuhan untuk merayakan Hari Raya tersebut. Kapan waktunya? Mengacu pada SE Permen Tenaga Kerja Nomor 6 Tahun 2016 tentang THR Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan wajib dibayarkan paling lambat H-7/sepekan/seminggu pra-Hari Raya.
Untuk PNS, pemerintah sudah merevisi dan menerbitkan Peraturan (PP) Nomor 35 Tahun 2019 tentang gaji ke-13, dan PP Nomor 36 Tahun 2019 mengenai THR. Sesuai rencana, gaji ke-13 akan dicairkan pada Juli 2019 . Pasal 10 ayat 2 di kedua PP menyebutkan peraturan teknis terkait pemberian gaji, pensiun, tunjangan ke-13 dan THR yang bersumber dari APBD akan diatur dengan peraturan daerah.. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 59/2019 yang telah diteken Menteri Keuangan Sri Mulyan,, pimpinan dan pegawai non-PNS pada lembaga non-struktural juga akan menerima THR
Sementara itu, bagi pekerja harian lepas yang mempunyai masa kerja 12 bulan atau lebih, besaran THR-nya berdasarkan upah 1 bulan yang dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum hari raya keagamaan. Sedangkan bagi pekerja lepas yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 (dua belas) bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
Aturan terkait pencairan THR Hari Raya Idul Fitri 1440 H sudah dikeluarkan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa melalui Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Timur Nomor 560/10.003/012.3/2019 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2019. Dimana, aturan pemberian Tunjangan Hari Raya harus diberikan paling lambat H-7 Hari Raya Idul Fitri. Ini berlaku untuk seluruh perusahaan-perusahaan di Jatim . Jauh sebelum itu pemerintah sudah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja atau buruh.
Aturan ini diperkuat dengan himbauan Gubernur Jatim untuk para kepala daerah /bupati/Walikota di Jatim agar melakukan pengawasan ketat terhadap masing masing perusahaan yang beroperasional di masing masing daerahnya. Sebelumnya, Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa menghimbau kepada semua bupati dan walikota untuk mengawasi perusahaan dalam memberikan tunjangan hari raya (THR) keagamaan kepada para karyawannya. Himbauan tersebut tertuang dalam Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Timur Nomor 560/10.003/012.3/2019 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan. Para gubernur beserta para bupati/wali kota diharapkan untuk memperhatikan, mengawasi dan menegaskan agar para pengusaha di wilayah propinsi masing masing bisa melaksanakan dan membayarkan THR tepat waktu
“Kisaran besaran THR bisa disesuaikan dengan kesepakatan yang terjalin antara pihak perusahaan dengan para karyawannya. Hal tersebut biasanya tertuang pada Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) serta Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Atau berdasarkan kebiasaan yang telah diberlakukan perusahaan setaip tahunnya. Soal apakah pengusaha itu nantinya akan berbagi kebahagaan dengan mengfasilitasi tradisi mudik karyawannya,, itu tidak ada paksaan” kata Dono Wibawanto, anggota Komisi E DPRD Jatim.
Ketidakpatuhan perusahaan perusahaan dalam mengikuti peraturan Gubernur dan PP terkait aturan pembayaran THR Hari Raya ini, maka akan dikenai sangsi administratif dengan denda dan teguran. Besaram denda yang akan dikenakan dan mengacu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 20 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian Sanksi Administratif Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan ini jumlahnya sebesar lima persen dari total THR yang harus dibayar terhitung sejak berakhirnya batas waktu kewajiban pengusaha/perushaan untuk membayar THR.
“Merayakan lebaran, mudik dan THR itu hal yang saling berkaitan, dan sudah menjadi tradisi primordial selama bertahun tahun dan tidak bisa ditinggalkan. Apalagi ditambah banayaknya program pemerintah dan para pengusaha yang mendukung tradisi ini, mudik menjadi lebih aman dan menyenangkan. Mudik tidak hanya bernuansa silaturahmi, tapi juga menjadi terapi psikologis setelah setahun bekerja keras. Saya berharap para pengusaha bisa membagikan THR tepat waktu, sehingga para pekerja bisa mempersiapkan mudik dengan lebih baik”. Tambah Achmad Iskandar, Wakil Ketua DPRD Provinsi Jatim dari Partai Demokrat.*